Berbagi dengan Berqurban


Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar, Walillahil hamd. Dibaca berulang-ulang oleh jamaah haji, sesudah wuquf di Arafah. Kalimat ini juga, dianjurkan di baca oleh kaum muslimin, dimana saja berada. Sejak hari pertama ‘Id, sampai “ayyam al- tasyrik”, (hari penyembelihan).

Allahu Akbar, artinya hanya Allah Yang Maha Besar. Walillahil hamd, artinya, hanya kepada Allah, yang patut segala pujian.


Qurban berarti mendekatkan diri kepada Allah, ialah bersedia mengorbankan, apa saja yang ada, untuk membuktikan ketaatan kepada al-Khaliq, tempat segala pujian. Bukan hanya dilafazkan melalui lisan, namun harus dibuktikan dalam perbuatan dalam keseharian. Kita harus siap mengorbankan milik Allah yang dititipkan kepada kita. Pertama adalah harta, dan ini yang paling ringan, yang kedua, jiwa. Kalau ini kita lakukan, itulah yang terbaik, kita mendapat ampunan dosa, dan kita akan mendapatkan surga, suatu tempat yang sangat mulia. Jadi dengan kata lain surgapun dapat diraih kalau kita siap untuk berkurban setiap saat. Pengorbanan yang paling penting adalah harta, puncaknya adalah kita siap untuk mengorbankan jiwa. 

Berqurban merupakan bentuk bersyukur kita atas anugerah nikmat yang telah diberikan kepada kita yang tak terhitung jumlahnya dari mulai lahir sampai detik ini. Selain itu, berkurban juga merupakan bentuk kasih sayang kita terhadap sesama, dimana kita bersedia berbagi kepada sesama sehingga terhindarkan dari rasa angkuh, congkak, dan dengki dalam diri.

Qurban dengan hewan:
Kalau dahulu pengorbanan itu dengan manusia, maka kehadiran ajaran qurban dalam Islam, tujuannya memberhentikan pengorbanan manusia. Pengorbanan manusia diganti menjadi pengorbanan hewan saja. Manusia terlalu mulia untuk dikorbankan. Alquran mengakuinya ”Walaqad karramna Bani Adam“ (Sesungguhnya Kami (Allah) telah muliakan anakcucu Adam. QS. 17:7O)

Ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya( Ismail), ia betul-betul membuktikannya dalam kenyataan, setelah lebih dahulu dirundingkan dengan anak yang akan dikorbankan. Tetapi, ketika pedang yang mengkilat mulai beraksi, tiba-tiba Ismail yang disembelih, digantikan dengan seekor domba. Diabadikan Alquran dengan kalimat “Wa fadaynahu bi zibhin ‘azhym“ (Maka Kami gantikan dengan sembelihan (domba) yang besar ) (QS.37 :17O).

Menurut sebagian Mufassir, ayat tersebut bermakna, bahwa kehadiran Ibrahim di pentas kehidupan, merupakan solusi terhadap alternatif yang diperselisihkan, apakah masih relevan dilanjutkan tradisi ritual pengorbanan manusia, atau tidak. Melalui Ibrahim secara amaliah, pengukuhan larangan sesajen manusia, harus di akhiri. Nilai manusia tinggi.

Nilai Taqwa :
Penilaian terhadap penyembelihan hewan, diabadikan Alquran: “Bukanlah daging dan darahnya yang diperlukan (dalam penyembelihan ),tetapi nilai taqwa yang terlindung di dalamnya“ (QS.22:37).

Artinya, takwa yang bermakna melaksanakan perintah dengan ikhlas, bagaimanapun beratnya, itulah yang menjadi penilaian Allah. Anak satu-satunya yang sangat dicintainya, tergeser dengan sendirinya dibandingkan kecintaan kepada Allah, Pemberi segalanya.

Sebab itu, hikmah Idul Adha (Qurban), dapat dilihat pada pidato singkat Nabi SAW pada haji wada’ (perpisahan) : “Al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaykum nikmati.“ (Aku telah sempurnakan agama bagimu dan Kucukupkan nikmatku: Al-Maidah 3). Selanjutnya nilai kemanusiaan yang universal, digambarkan dalam sabdanya yang intinya ditekankan pada :
  • Persamaan. Antara seseorang dengan lain adalah sama. Tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain, antara orang Arab dan ‘Ajam (Asing).
  • Keharusan memelihara manusia. Jiwa, harta dan kehormatan orang lain, harus dijaga.
  • Larangan melakukan kezaliman,penindasan dan pemerasan terhadap kaum lemah, baik bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya.
“Tiga Deklarasi” esensil tersebut, tercermin dalam ajaran yang halus dan hakiki. Itu sebabnya, ketika kita berqurban menyembelih hewan, motivasi yang terlindung dibalik sembelihan, agar kita sembelih sifat-sifat kehewanan yang ada di dalam diri. Kita sembelih dan bumihanguskan, segala sifat hewani, misalnya sifat Serigala, yang melambangkan kekejaman dan penindasan. Kita sembelih sifat Tikus, yang melambangkan kelicikan dan korupsi. Dan kita sembelih sifat Domba, yang melambangkan perhambaan kepada benda dan manusia.

Sebab itu, perintah berqurban adalah kebutuhan primer setiap manusia, agar hidup ini tidak terkontaminasi sifat hewan. Bahkan, kita butuhkan agar lestari, seimbang dan harmoni dalam fithrah (suci). Suatu kekeliruan besar, jika seseorang, hanya mampu mencicil kendaraan atau rumah atau mendemonstrasikan gensi dalam perkawinan keluarga, lalu tidak mampu menunjukkan kemampuan berqurban sekali setahun.

Alquran dengan tegas menyatakan : “Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu nikmat yang banyak, maka lakukanlah salat untuk Tuhanmu dan berqurbanlah “ (QS. Al-Kausar l-2)
Ayat tersebut diperkuat ancaman isolatif dari NabiSAW terhadap mereka yang enggan melakukan qurban, yaitu : “ Barangsiapa yang mempunyai kesempatan (mampu berqurban), lalu tidak melakukannya, maka janganlah ia mendekati tempat kami salat. “ (H.R.Muslim). Artinya, sudah di cap diluar ummatnya.

Sebagi bentuk ketakwaan dan kemanusiaan yang terlindung di dalam jiwa kita, selayaknyalah kita harus mengorbankan revitalisasi kemanusiaan, yang sudah mulai redup. Karena kita sudah berhasil ber -fitrah dengan beras pada ‘Id Ramadhan, maka sekarang, kita lengkapi dengan ber-qurban daging hewan, pada ‘Id haji. Seperti apa yang telah disampaikan oleh Nabi SAW, “Apa yang kamu makan habis ke belakang, apa yang kamu pakai, habis terkubur ke dalam tanah, dan hanya yang kamu berikan kepada saudaramu (yang miskin), itulah yang abadi.” (HR.Muslim). Semoga Allah tetap memberikan taufik untuk berqurban. Amin.

Selamat idul adha
selamat berkurban bagi yang telah mampu,
dan bagi yang belum semoga tahun depan dapat menunaikannya,,,,,amin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Berbagi dengan Berqurban"

Post a Comment