Keajaiban 10 ribu

“Aku menyumbang sepuluh ribu, rejekinya seperti hujan abu Semoga abu ini nantinya bisa menyuburkan tanah, lahan yang kuolah menjadi berkah, dan berpanen banyak.”

Jadi, ini janji saya untuk share tentang ikut Sedekah Rombongan.
Bulan November saya pindah ke Jakarta, ada proyek yang saya lamar. Nekat ke Jakarta karena pingin sekali pindah kesini nyusul sang calon suami mengadu nasib. Ada tawaran untuk mengerjakan proyek infrastruktur. Posisinya menggantikan staff yang sebelumnya mendadak resign. Tanpa pikir panjang saya ‘kukut’ dan hijrah ke Jakarta dengan mengambil tawaran yang proyeknya tinggal dua bulan di proyek ini.  Jadi, memang sudah tau resikonya setelah dua bulan saya akan menjadi jobseeker lagi. Sudah menjadi keputusan saya, akan tinggal disini dan mencari kerja lagi di sini, di Ibu Kota yang absurd.

Setelah dua bulan, proyek selesai sudah. Saya sudah tau konsekuensi harus menjadi jobseeker. Eh, ternyata saya ditawari diperpanjang sebulan lagi. Lumayan, bisa memperpanjang hidup di Jakarta. Setelah 31 Januari 2012 (akhir kontrak) saya pamitan. Tapi ternyata sang Direktur meminta saya untuk ikut lagi di proyek lanjutan infrastruktur ini yang akan dimulai bulan April awal.

Singkat cerita saya diminta masuk lagi tanggal 10 April tapi mundur lagi tanggal 17 April. Entah apa yang terjadi pada internal proyek, akhirnya proyek itu entah batal entah ditunda. Saya merasa habislah sudah masa depan saya! Jadi pengangguran dan terus melanjutkan sampingan saya dagang baju. 

Karena putus asa nasib pekerjaan terkatung – katung, Nangis – nangis sudah saya butuh duit buat hidup di Jakarta sampai dapet kerja lagi, juga butuh duit buat kawin. Di Jakarta cari kerja susaaaahhh… apalagi 3 bulan disini belum ada Jaringan, belum punya teman, dan belum ada link untuk bekerja dimanapun. Benar bahwa di Indonesia sulit mencari kerja. Beruntung saya masih jualan baju dibawah bendera Sembarang Bagus, jadi masih ada kesibukan ‘dodolan’ (jualan). Kalaupun mau jadi pengusaha, saya belum banyak ilmunya. Jadi sambil bekerja sambil jualan baju masih jauh dari sukses.

Ingat twiter @Saptuari waktu itu menginformasikan ada seseorang, kalo tidak salah namanya Andriyanto atau siapa yah? Lupa..! dia tumor di tangan. Yang saya lihat fotonya sebesar gallon tumor itu harus dibawa kemana – kemana dan hal itu membuat saya trenyuh di punggungnya. Ada salah satu twit mas @Saptuari menyebutkan berapapun kamu sedekah itu adalah sebuah cara mengetuk-ngetuk pintu langit. Tuhanmu itu Maha Kaya!

Saya enggak malu kalau sedekah saya cuma sedikit sekali. Tabungan saya sudah habis untuk bertahan hidup selama mencari pekerjaan yang baru dan juga mungkin masih berharap – harap proyek lanjutan segera di approve. Saya mulai cek rekening BCA saya melalui m-banking. Waduh, tinggal 16.345 rupiah. Ngeneeeess rasane. Jadi mulai saya m-banking kirim 6.000. ternyata ditolak oleh operator BCA. Asem, minimal transfer 10.000. Saya komat-kamit ini kebelet pingin sedekah, tapi kok ga cukup. Kemudian komat – kamit lagi saya mau kirim 10.000 semoga operatornya bisa bersahabat saya bisa kirim untuk bantu operasi mas Andriyanto. Terkirimlah itu uang yang sedikit, tapi itu hampir lebih dari 50 % seluruh harta saya di BCA. Dalam hati nominalnya kecil, tapi semoga nggak terlambat dan kebutuhan seratus juta operasi barangkali kurang sepuluh ribu itu jadi bulat.

M-banking berhasil! Lega,, saya mbathin kalau sampai bener yang dibilang @Saptuari kita ngetuk-ngetuk rejeki pake sedekah itu berhasil, saya mau nulis di blog atau saya share biar yang lain ketularan sedekah. Kalo ‘nyumbang’ sepuluh ribu rejeki turun, kali aja temen – temen yang rejekinya banyak juga ditambahkan lagi rejekinya. Amiiinn…

Hari berikutnya ada telpon dari 021 sekian sekian.. ada panggilan interview, saya merasa sepuluh ribu ternyata cukup untuk membuat satu kantor nelpon saya datang test di sebuah perusahaan. Sudah berpuluh – puluh surat lamaran saya kirim, belum ada yang goal satupun. Nggerrruuuss…

Nah, posisi yang saya lamar adalah trainer, jadi jobdesnya ngajar, jadi motivator juga. Siapa tau jodoh, saya harus berjuang di serangkaian tesnya.

Hari itu juga baca twitter @Saptuari bahwa mas Andriyanto berpulang. Entah kenapa saya merasa terlambat sedekah. Ada rasa mendung menggelayut, dunia ini serasa tidak adil bahwa ada seseorang yang sedang berjuang agar ditolong melalui operasi, ternyata Gusti berkehendak lain.  Kenapa saya baru pertama kali sedekah, malah belum sempat cerita ini berbuah Happy Ending, udah buru – buru ‘diambil’ sama yang punya jagad raya. Sedih, mangkel tapi mungkin memang berkah untuk menolong kadang – kadang kita juga belum tentu dibukakan jalan yang lapang.

Semoga mas Andriyanto dapet tempat yang layak disana, amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Keluarga yang ditinggalkan juga mendapat ketabahan. Barangkali Gusti pingin menunjukan ke mas Andriyanto “Ini loh, banyak orang yang mau memperhatikan dan mengusahakan kesembuhanmu.” Pemerintah Indonesia lucu, mereka sibuk berlomba – lomba ‘ngeruk’ duit yang bukan miliknya. Sedangkan banyak orang butuh Jamkesda malah diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Isteri – isteri pejabat sibuk arisan berlian dan berlomba – lomba bikin jambul di salon, untuk sedekah saja mereka tidak terpikir. Barangkali, kita musti bersyukur untuk hidup berdampingan dengan orang tidak mampu bisa melihat apa yang terjadi disekeliling kita dan ikut ambil bagian walau hanya sedikiiiiittt, secuiiiilll.

Lanjut soal interview, jadi serangkaian interview sudah saya lalui. Di interview ke tiga atau keempat, saya gagal. Waktu itu saya disuruh simulasi persentasi, tampil menjadi motivator sekaligus mengajar. Namun presentasi saya berantakan. Saya harus berbesar hati kalau mungkin saya kurang sedekah jadi cuma sampai dipanggil interview saja, saya ikhlas. Itu sudah membukakan pintu rejeki interview. Di transjakarta, saya gelantungan dan hampir menangis, saya tahan sampai di kost baru saya ‘nggerung-nggerung’ nangis. “Duh Gusti, dulu gaji saya banyak tapi kenapa saya nggak pernah pelihara gaji saya dengan sedekah. Saya sibuk beli – beli sepatu dan merias diri” Sedekah saja kok jalanku sempit tenan.

Ajaib bin abdul magic, eh saya di telpon lagi sama perusahaan itu “Mbak, bapak pingin ketemu lagi, pingin ngasih kesempatan mbak Ayu untuk persentasisekali lagi. Jadi tolong usahakan tampil prima, persentasi diperbaiki, cara mengajar juga berwibawa.”

Ladalaaah,,, perusahaan mana yang menerapkan system gugur, kok bisa – bisanya persentasi kemaren jelek saya dipanggil lagi kedua kali untuk memperbaiki penampilan menjadi seorang trainer atau motivator. Saingan saya di jobstreet ada 150an lho. Dengan mudahnya perusahaan ini dapet pengganti saya. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, saya berusaha keras memperbaiki tes ulangan itu.

Di hari yang sama, saya di telpon sama kantor proyek dulu. Saya mau ditempatkan di proyek lain karena ada yang mau cuti melahirkan. Lumayan lah, tiga bulan menggantikan staff ini bisa nyambung hidup. Barangkali memang sedekah saya kurang jadi rejekinya tigabulan dulu. Menurut saya ini rejeki dan berkah ditengah kesesakan menanti jawaban tes – tes dan surat – surat lamaran yang sudah terkirim.

Ini sebuah ujian untuk saya, di satu sisi saya sedang berjuang di sebuah perusahaan tapi ada rejeki lain didepan mata!

Nyatanya, saya juga nangis lagi. Duh, Gusti kok diparingi rejeki banyak setelah sedekah sedikit. Disini saya belajar juga bahwa diparingi rejeki kita juga harus bijaksana dan tidak boleh serakah. Harus memilih mau rejeki yang mana yang diambil. Ada dua jalan yang terbuka lebaaaaaarrr sekali saat saya ingin karir dan pekerjaan yang pasti.

Saya memasukan lamaran disini selain dari jobstreet juga karena informasi dari teman SMA kakak saya yang bekerja disini. Di hari saya akan simulasi menjadi trainer, saya diuji lagi,,,, Jakarta hujan lebaaaaattt,,, angin kencaang, dan petir nyamber – nyamber. Nangis, nangis… tapi tekat saya sudah bulat untuk tes ulangan ini. Saya sangu anduk, rok, kemeja, sisir untuk dandan di toilet. Saya mbathin,Duh Gusti mbok paring cerah kalau saya memang harus tes terakhir ini. Ajaib, langit saat saya manggil ojek kok cerah.

Nothing to lose, saya harus berjuang karena penasaran seberapa kemampuan saya untuk tes lagi. Saya merasa lega setelah menjalani tes ini. Ketrima nggak diterima saya sudah berusaha. Menawi kepareng, Gusti maringi kula nyediaaken papan kagem kula nyambut damel. (Kalau Tuhan berkenan, mohon beri tempat saya untuk bekerja). Kemudian, lama sekali saya tunggu – tunggu hasil tes dan berubah menjadi pupus. Saya ikhlaskan karena jawaban saya diterima atau tidak itu tak kunjung datang.

Hari Senin, saya mulai masuk kerja di kantor lama. Satu – satunya yang bisa membuat saya bertahan hidup di Jakarta dan mungkin setelahnya saya harus mencari kerja lagi setelah kontrak berakhir. Itu hari pertama handover. Saya diajari sama ibu-ibu dengan perut besar. Subahannallah, seorang ibu itu cantik banget ketika hamil. Berjalan sekitar dua jam dikantor itu, tiba – tiba telpon saya berdering.

“Halo, mbak Ayu? Selamat ya anda diterima di kantor kami. Bisa cek email untuk janjian dengan HRD? Nanti kalau lewat dari dua hari HRD belum ngabari telpon saya lagi ya? Karena end-usernya sudah setuju kalau mbak Ayu diterima” begitu kata bapak – bapak diujung telpon. Ujian ini bertambah berat, Duh Gusti, saya harus memilih disaat saya sudah masuk kerja 2 jam di proyek ini!

Kemudian saya berdiskusi dengan si Ibu cantik yang sedang mengandung. Beruntung, saya belum tandatangan kontrak kerja dan baru dua jam saya bekerja saya pamitan. Beruntungnya sudah ada kandidat yang menggantikan saya lagi saat saya pamit. Jadi saya tidak merasa berat untuk meninggalkan pekerjaan menggantikan ibu yang akan melahirkan itu. Saya memilih ingin berjuang menjadi seorang trainer di perusahaan yang baru ini karena mereka mempunyai kesempatan untuk bekerja menjadi staff permanen di banding harus menjadi pemain cadangan di proyek itu.

Dari sini, saya belajar bahwa sedekah itu memang benar, jalan mengetuk – ngetuk hati Gusti ingkang Maha Sae. Saya belajar juga bahwa menerima rejeki itu juga harus bijaksana, karena tidak semua rejeki itu langsung bruk dinikmati. Ujian saya bahwa rejeki yang datang bukan dalam bentuk makanan atau uang dan kebahagiaan ini tidak bisa dibagikan untuk orang lain. Ketika kita punya rejeki berlebih, bentuknya tidak bisa dibagi ke orang lain sangat menyakitkan dan menyesakan. Sebenarnya belum 100 persen diterima di perusahaan ini. Masih ada pertemuan dengan HRD dan tes kesehatan yang harus dilewati bobotnya sekitar 10 persen dari kemungkinan tidak diterima menurut keterangan bapak yang menelepon saya tadi.

Oya, saya merasa beruntung dan dibukakan jalan yang lapang. Jadi, saya mendapat informasi bahwa hujan lebat di hari terakhir penentuan tes di kantor itu membuat dua saingan saya tidak datang tes karena HUJAN LEBAT.

Nanti, gaji saya yang pertama setelah lolos dengan HRD dan tes kesehatan, saya mau sedekah lagi. Semoga jalan saya untuk sedekah tidak sempit lagi. Semoga ini titik dimana saya bisa berbagi lagi, dalam bentuk apapun. Bahwa tidak cuma materi yang bisa kita bagi. Kita bisa bantu kasih tau ke orang lain supaya ikutan ngetuk – ngetuk pintu langit. Matursembah nuwun Gusti, Sembah Sujud kawula kagem sedaya berkah dari sedekah saya lahir kembali menjadi ‘Wong Bejo’ (Orang yang Beruntung). Yuk, Sedekah.. 

Salam, 
Debora Ayu
Twitter @SaguppiAyu

Dikutip langsung dari www.sedekahrombongan.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Keajaiban 10 ribu"

Post a Comment