Membatik Impian Di Perpustakaan
Beberapa hari
lalu, penulis beserta istri berkesempatan berkunjung ke salah satu perpustakaan
desa binaan dari KPAD Gunungkidul beserta Coca Cola Foundation Indonesia
program Perpuseru. Kebetulan penulis sendiri merupakan salah satu fasilitator
yang diamanahi untuk mendampingi beberapa perpustakaan desa di Gunungkidul
termasuk perpustakaan desa Ngupoyo Pinter yang penulis kunjungi kali ini.
Kunjungan kali
ini memang penulis agendakan dalam rangka mentoring perpustakaan desa informal,
di sisi lain juga dikarenakan sudah berjanji ke pengurus perpustakaan desa
tersebut bahwa pada kegiatan yang diadakan perpustakaan desa Ngupoyo Pinter
pada hari itu penulis akan hadir. Terasa jauh memang dari tempat tinggal,
menempuh perjalanan sekitar dua jam lebih menggunakan kendaraan bermotor.
Melewati perbukitan Gunungkidul, menembus kota Wonosari, lalu kendaraan penulis
arahkan ke timur laut mengarah ke salah satu kabupaten di Jawa Tengah,
kabupaten Wonogiri (dari plang yang ada di jalan). Namun sebelum sampai
Wonogiri, tepatnya mungkin tidak begitu jauh dari area perbatasan Gunungkidul-Wonogiri,
kendaraan penulis arahkan ke utara, menuju desa di mana perpustakaan Ngupoyo
Pinter berada, desa Bendung, kec. Semin, Gunungkidul.
Sepanjang
perjalanan, lebih dari tiga kali penulis menghentikan kendaraan untuk sekedar
bertanya arah alamat yang penulis tuju. Bekal yang kami punya adalah alamat
yang kebetulan hanya nama kecamatannya saja yang penulis ketahui. Sedangkan
untuk nama desa sendiri, penulis belum tahu. Peta dan kompas yang penulis
gunakan kali ini hanya satu, mulut. Di
sepanjang perjalanan, penulis bertanya lebih dari tiga kali untuk sampai ke
lokasi. Mungkin jika suatu hari berkunjung kesana lagi, penulis tidak akan lupa
jalannya, beserta jalan-jalan tikusnya :D.
Sekitar pukul 10.30
WIB penulis memarkir kendaraan roda dua tepat di halaman rumah pengurus
perpustakaan, di depan tempat reparasi elektroni, atau di halaman samping
perpustakaan Ngupoyo pinter, serta seperti di tengah - tengah perkebunan jagung.
Bingung..? hehe. Letak perpustakaan Ngupoyo Pinter kebetulan berada di depan
pojok kiri dari rumah pengurus yang juga merupakan tempat servis elektronik,
serta dikelilingi tanaman jagung sehingga kalau di visualisasikan menjadi seperti
yang tadi, :D.
Sambutah khas
pak Parno membuat suasana pagi menjelang siang itu menjadi semakin hangat,
karena kata istri penulis selama perjalanan terasa dingin :D. Di halaman depan
perpustakaan Ngupoyo Pinter dan di halaman rumah pak Parno terlihat kerumunan
orang sedang mengerjakan sesuatu. Satu kerumunan sedang belajar batik jumputan
(celup ikat), satu kerumunan lagi sengan asik dengan canting ditangan kanan dan
selembar kain di tangan kiri. “mereka sedang belajar membatik dan ikin batik jumputan
mas”, papar pak parno menjelaskan.
Peserta terdiri
dari remaja laki dan perempuan, juga ibu-ibu rumah tangga, berjumlah sekitar 16
orang lebih. Peserta diajarkan mengenai tenik dasar batik dan celup ikat oleh
pengajar yang kebetulan merupakan salah satu alumni institute Seni Indonesia
Yogyakarta. Kebetulan si alumni ISI Yogyakarta mempunyai hubungan baik dengan
pengurus perpustakaan desa Ngupoyo Pinter, sehingga tidak terlalu sulit pak Parno
melobi pengajar guna mengajarkan batik di perpustakaan Ngupoyo Pinter.
Pak parno dan
seluruh pengurus perpustakaan terlihat antusias dan senang sekali bisa
menyelenggarakan kegiatan berbasis masyarakat di perpustakaan Ngupoyo Pinter.
Selain berdampak pada banyak orang yang mengakses perpustakaan Ngupoyo Pinter juga
harapannya bisa mengangkan kualitas hidup dari masyarakat. Betapa tidak, jika
kegiatan berbasis masyarakat yang dilaksanaka di perpustakaan seperti ini
berasal dari masyarakat, melalui pendanaan masyarakat, dan untuk masyarakat
maka akan menghasilakan dampak yang baik.
Pak Parno
sebagai ketua pengurus perpustakaan Ngupoyo Pinter hanya punya angan-angan,
bagaimana perpustakaan bisa menjadi pusat kegiatan masyarakat di semua bidang,
tidak terbatas pada pelatihan batik yang tempo hari dilaksanakan, juga bisa
dengan pelatihan-pelatihan yang lainnya. Apa lagi saat ini, perpustakaan desa
Ngupoyo Pinter memiliki 3 unit computer lengkap dengan jaringan internetnya
bantuan dari Coca Cola Foundation Indonesia program Perpusru, sangat melengkapi
fasilitas perpusdes Ngupoyo Pinter dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat
akan perpustakaan.
Impian pak parno
sangat sederhana, mungkin bisa dikatakan sesederhana pembawaan beliau dalam
keseharian sebagai pribadi. Impian beliau mewujudkan perpustakaan desa Ngupoyo Pinter
memjadi ramai dengan banyaknya masyarakat yang berkunjung, baik sekedar membaca
dan meminjam buku, berinternetan, maupun berkegiatan seperti pelatihan. Di sisi
lain, kehadiran perpustakaan Ngupoyo Pinter mampu memberikan dampak
meningkatnya kualitas hidup dari masyarakat sekitar.
Guna mencapai
impian tersebut, pak Parno cs tidak pernah muluk-muluk dalam membuat program,
cukup lakukan apa yang bisa dikerjakan sekarang, maka lihat hasilnya “bisanya
begini ya kita lakukan seperti ini mas”, tutur pak Parno.
Jam di tangan
kiri penulis menunjukan pukul 14.30, perserta pelatihan batik dan celup ikat
sudah memegang hasil pembelajaran hari itu, artinya kegiatan pelatihan batik
dan celup ikat telah selesai. Setelah peserta pelatihan satu per satu
meninggalkan perpustakaan, giliran penulis meminta undur diri guna melanjutakan
perjalanan menuju tempat tinggal.
Pelajaran yang
penulis dapatkan dari kunjungan kali ini adalah teralirinya semangat semangat
dari pengurus perpustakaan Ngupoyo Pinter dalam mewujudkan perpustakaan menjadi
pusat kegiatan masyatakat. Jauh dari hingar-binger keramaian ibu kota DI
Yogyakarta rupanya banyak terdapat mutiara semangat kemajuan. Salam .
0 Response to "Membatik Impian Di Perpustakaan"
Post a Comment