Cara Pintar Untuk Pintar
Enam bulan terahir saya sering berkatifitas ke wilayah DI
Yogyakarta paling selatan dan timur, Gunungkidul, tepatnya di pusat kotanya,
Wonosari. Bukannya kebetulan saya sering ke kota ini, karena memang tuntutan
tugas sebagai fasilitator pengembangan perpustakaan. Perpuseru namanya, program
yang dikembangkan Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) dalam upaya menjadikan
perpustakaan seru, perpustakaan sebagai pusat kegiatan masyarakat berbasis
Teknologi Informatika.
Kontrak yang enam bulan sebagai fasilitator pengembangan
perpustakaan di Gunungkidul membuat saya hampir setiap minggunya berkeliling ke
Gunungkidul. Mungkin saya yang bukan sebagai warga Gunungkidul menjadi sangat
hafal jalan-jalan yang ada di kabupaten ini :D. Ya maklum, sering lewat.
Bukan jalan ke Gunungkidul yang berliuk-liuk yang ingin saya
bagikan di tulisan ini. Bukan pula keindahan alam Gunungkidul yang akan saya
promosikan kepada pembaca. Selama di Wonosari kebetulan saya beraktifitas di
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Gunungkidul, di instansi ini
terdapat mobil keliling yang setiap harinya berkeliling ke desa-desa yang ada
di Gunungkidul. Bukan pula tentang mobil ini yang menjadi perhatian saya :D. Lantas
apa? Tulisan yang ada di mobil ini.
Tulisan? Ya tulisan. Begini kira-kira bunyinya “Membaca,
Cara Pintar Untuk Pintar”. Pertama kali membaca tulisan ini saya agak mengernyitkan
dahi, saya kira apa gitu cara yang paling ampuh untuk menjadi pintar, setelah
dipikir-pikir betul juga kalimat tersebut. Bukan kita banyak minum susu kita
menjadi pintar. Bukan kita mengonsumsi makanan bergizi kita menjadi pintar. Bukan
kita sering minum obat pengingan atau obat lainnya (di masa sekolah dasar
sampai menengah pertama dulu kalau mendekati ujian biasanya ada obat-obat
tertentu, katanya obat ini membantu kita mengingat). Atau bukan pula karena
mbah dukun kita menjadi mengetahui segalanya (kalau mbah Google bisa kali ya
:D). cara yang paling ampun untuk pintar dan cara paling pintar menjadi pintar
tidak lain adalah membaca. Seberapa sering kita membaca buku, seberapa banyak
judul buku yang kita baca.
Namun sayang sekali, budaya membaca saat ini sangat
memperihatinkan. Betapa tidak, orang cenderung suka mainan HP atau main Game
dibandingkan membaca. Setiap orang mungkin mampu membeli Hp merek terbaru, tapi
sayang tidak banyak orang yang minat untuk membeli buku yang harganya sangat
jauh lebih murah dibandingkan HP. Banyak orang mungkin suka membaca di media social
sampai berjam-jam, namun sayang hanya segelintir orang yang mampu membaca buku
berjam-jam. Banyak orang yang mungkin mau berdiskusi bahkan berdebat mengenai
isu tertentu di media social, namun sayang tidak banyak yang mau berdiskusi
mengenai isi suatu buku tertentu. Bahkan mirisnya, banyak orang yang mengganti
kitab sucinya dengan media social melalui HPnya.
Iqro (membaca)! Adalah perintah pertama dalam kitab suci
yang diturunkan berabad-abad yang lalu. Memerintahkan orang-orang terdahulu
untuk membaca kalau mereka ingin mencapai apa yang diinginkan terutama membaca
kitab sucinya. Maka menjadi sangat benar jika ungkapan “Membaca, Cara Pintar
Menjadi Pintar” diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya teringat percakapan dari dua tokoh di salah satu
sinetron kesukaan istri saya “Aku Anak Indonesia”. Saya lupa siapa dua tokoh
yang ada dalam percakapan tersebut, namun kira-kira seperti ini percakapannya.
Tokoh A “Bapak suka masak sendiri ya?”
Tokoh B “Iya nak, saya suka masak sendiri. Saya tidak suka
beli makanan di luar. Saya lebih suka makan masakan sendiri Karena lebih
terjamin dari segi kesehatannya. Saya tidak mau memasukan sembarang makanan ke
dalam tubuh saya, walaupun sedikit makanan itu pasti akan tertinggal menjadi
daging bersatu di tubuh ini. Kalau makanan itu sehat menjadi sehat pula tubuh
saya, namun jika makanan itu mengandul penyakit sakit pula tubuh ini.”
Tokoh A “Wah bapak sangat selektif dan berhati-hati sekali
dalam memilih makan.”
Tokoh B “Bukan hanya makanan nak, hampir semua pilihan saya
sangat selektif. Mana yang baik mana yang tidak baik. Termasuk juga dalam
memilih bahan bacaan. Saya tidak ingin memasukan bacaan yang tidak bermutu
kedalam pikiran saya. Seperti halnya makanan tadi, apa yang kita baca akan
tertinggal di dalam otak kita barang sedikit dan itu akan bersatu dan menjadi pemikiran
kita. Maka dari itu nak, saya tidak mau memasukan sampah dalam pikiran saya.”
Dari percakapan tersebut, dapat kita ambil hikmahnya bahwa
selain membaca, bahan bacaanpun akan sangat mempengaruhi permikiran kita. Untuk
itu sekiranya pemilihan bacaan harus selektif. Bukan maksud saya yang ada di
media social merupakan sampah yang tidak baik dibaca sehingga mengharuskan
membaca buku, bukan. Sekali lagi bukan. Di media social dan internetpun banyak
bahan bacaan yang sangat bermanfaat. Saya belajar internet marketing juga dari
internet. Saya belajar strategi marketing salah satunya juga dari internet. Selektif
dalam memilih bahan bacaan, begitulah kira-kira saya menyarankan, karena apa
yang kita baca mencerminkan siapa kita.
Gimana, mau tau cara pintar menjadi pinter? Membacalah!
0 Response to "Cara Pintar Untuk Pintar"
Post a Comment